Jadi Istimewa Karena Shalawat
Salam ya. Sama Ustadz. Kata Pak F. Setiap acara, rutin, selalu ada salam dari F.
Salam ya. Sama Ustadz. Kata Pak F. Setiap acara, rutin, selalu ada salam dari F.
Saya nerima dengan senang hati. Gembira. Apalagi berasa ketulusannya. Dari hati. Sampe ke hati.
Di hari2 selanjutnya. Di pekan2 selanjutnya. F nitip salam, sambil ngasih hadiah. Ngasih tentengan. Hehehe. Tar melon. Tar semangka. Tar pepaya. Tar ikan asin. Tar masakan rumah. Tar duit. Dll.
Tambah seneng. Hehehehe.
Setiap ketemu wajah pembawa salam, saya dah duluan bilang, “Ada salam ya? Dari F? Ini? Tentengan? Dari beliau?” Saya kenal kebiasaannya. Rutin. Istiqomah.
Bahkan, salamnya dan hadiahnya, bukan untuk saya saja. Tp untuk istri saya, anak2 saya, keluarga saya, sahabat2 saya, semua yang ikut dengan saya. Maka saya pun mengembalikan salam itu pula. “Salam juga ya. Buat istrinya F. Buat anaknya. Buat keluarganya. Buat sahabat2nya. Buat siapa yang bersama F.” Hingga tibalah hari perayaan. Hari pertemuan.
Saya berharap ketemu F di hari itu. Hari yang penuh kegembiraan buat saya. Sebagai tuan rumah. Hari di mana saya dan keluarga saya, menanti pula tamu2 istimewa. Orang2 dekat. Hari di mana saya dan keluarga, ikut menghiasi dan mempersiapkan hari, agar jadi hari istimewa buat semua yang bersama saya, ikut bersama saya, perhatian kepada saya, dan thd apa yang menjadi gerakan dan dakwah saya.
Sampe mana tadi? Bagian 1. Kuasain dulu Bagian 1. Tar kita sambung lagi.
Perbanyak shalawat ya buat Rasul.
Asli. Shalawat itu, doa. Doa kembali kepada yang mendoakan. Dan makin banyak mendoakan, apalagi berikut salam, maka makin dikenal dan tersambung. Tambah apalagi, di Hari Jum’at. Titipan salam, ga pake malaikat disampaikannya. Melainkan lsg diterima Rasul. Tanpa perantara.
Ini sambungan bagian 1&2, ttg doa dan salam.
Udah dibaca kan ya? Soalnya biar nyambung, perlu dibaca dulu yang 1&2.
Nah, tadi kan sampe: Saya bikin perayaan. Ada acara gede. Semua saya undang. Trmasuk F.
Aslinya saya ga pernah ketemu F. Tapi kayak deket banget. Kirim salam mulu. Kirim doa. Kirim hadiah2.
Maka, lwt penyampai pesan, saya titip agar F, dtg.
Trnyata di hari H, F ga dtg. Ga ada. Ga keliatan. Sampe saya diberitahu. Bahwa F ada. Tapi di luar. Jauh. Di belakang.
Saya pun perintahkan orang2 saya u/ jemput. Bawa lsg ke panggung. Dan dudukkan di dekat saya. Bahkan kemudian, saya kepikiran, u/ lsg menjemput lsg F ini. Dan balas menghormati dan memuliakannya.
Hingga kemudian saya dapati F. Kemudian saya sentuh tangannya. Saya tarik.
F ga mau. Kata F, saya bersama istri saya.
Tringatlah saya. F suka memberi salam dan mendoakan juga istri saya.
Saya juga bersama orang2 tua saya dan anak2 saya. Bersama keluarga saya. Bersama banyak sahabat saya.
Kata F.
Saya ingat betul. Beliau suka salam dan mendoakan juga keluarga saya. Anak keturunan saya. Dan semua yang bersama saya.
Saya lalu bilang… F… Bawa aja semua… Ayo. Ajak ke depan. Bersama saya.
Lautan jamaah pun membelah dirinya. Mereka heran. Siapa itu? Istimewa sekali? *bersambung.
Demikianlah saya membangun imajinasi saya tentang bershalawat. Mendoakan dan mengirimkan salam buat Nabi Muhammad yang saya cintai. Aaamiin.
Saya membayangkan, Jibril yang mulia, Pimpinan segala malaikat, menyampaikan shalawatnya kepada Nabi. “Wahai Nabiyallaah. Ada shalawat dan salam. Dari Yusuf Mansur.” Nabi pun saya bayangkan, menjawab… “Salam kembali untuknya. Bahkan sampaikan, Allah dan para malaikat-Nya, bershalawat 10x baginya, dan mengembalikan lagi doa, 10x lbh baik baginya.” Sedangkan saya mengucapkan shalawat seperti di pict. Mengandung 3 hal… Sholawat itu sendiri. Yg berarti segala kebaikan, segala support, segala dukungan. Kemudian, salam. Yang artinya, salam. Kedamaian. Kesejahteraan. Sekaligus memang sebagai salam. Dan yang ketiga, keberkahan.
Semua ini, dikembalikan 10x lagi lebih banyak. Yaaa Robb.
Jibril pun masih tersenyum. Katanya, Yusuf Mansur pun menyampaikan salam, u/ istri2 engkau wahai Baginda. Anak2 keturunan engkau. Keluarga engkau. Sahabat2 engkau. Dan ummat engkau wahai Nabi.
Nabi pun berkata. Kalau begitu, sampaikan juga. 10x juga lebih baik, u/ istrinya Yusuf Mansur, keluarganya, anak2 keturunannya, hingga akhir zaman, dan siapa saja yang bersamanya, dan berhubungan dengannya dalam kebaikan.
Dan begitu seterusnya. Dari Jum’at malam ke Kamis maghrib, Malaikat Allah menyampaikan salam dan doa saya kepada Nabi.
Saya berharap, Nabi mengenali nama saya. Dan mengenali semua yang bersama saya.
Apalagi saya tau, Nabi Muhammad berbeda. Tiap Kamis maghrib, sd Jum’at maghrib, Ruh Nabi dikembalikan. Agar bisa lsg menerima dan menjawab salam. Tanpa perantara messenger. Tanpa dikirim melalui Malaikat-Nya.
Saya berharap benar. Semoga Nabi mengenali saya dan keluarga besar.
Hingga akhirnya, saya membayangkan, HARI PERTEMUAN. Hari di mana semua ummat manusia, yang ga keruan banyaknya. Dibangkitkan. Dan dikumpulkan.
Saya dan keluarga, entah ada di mana. Istri dan anak2 saya, sama seperti yang lain. Di Padang Mahsyar, perlu pertolongan. Hari yang sangat sulit. Kecuali yang mendapatkan Rahmat Allah, Pertolongan Allah, Ampunan Allah, dan syafaat Nabi Muhammad.
Saat itulah, imajinasi saya menjadi doa…
Pd saat itulah saya berimajinasi dg dialog imajiner.
Nabi: “Duhai Jibril… Kemana Yusuf Mansur? Yang selalu memberi salam kepadaku? Dan mendoakanku?” Jibril bilang, aku belum menemukannya.
Nabi paling tau. Hari itu hari paling sulit. Nabi pernah bersabda, kurang lebih… “Semua Nabi punya doa pamungkas. Sedang aku tidak mau menggunakannya. Nanti di hari akhirlah aku nanti menggunakannya. Akan kumintakan ampunan u/ ummatku, rahmat, perlindungan, dan kuminta hak memberikan syafaat kepada siapa yang aku kehendaki dg izin-Nya.” Di hadits yang lain, mereka yang senantiasa bershalawat, & ngelaksanain sunnah, adalah slh 1 yg berhak mendapatkan syafaat. Juga penghafal2 Qur’an.
Saya msh berimajinasi dg dialog imajiner… “Ayo Jibril. Mari. Kita cari Yusuf Mansur.” Yaa Allah… Nabi nyari saya… Sebab saya ga ditemukan di antara orang sholeh.
Dan selanjutnya, mirip seperti kayak saya ke si F… Allahu Akbar… Saya disamperin Nabi… Ditarik tangan saya. Dan saat saya blg, gmn dg istri dan anak2 saya? Orang2 tua dan keluarga saya? Anak keturunan hingga akhir zaman? Mereka yg suka ngaji sama saya? Dan keluarganya?
Kata Nabi nih, msh dlm dialog imajiner… Suf, sebab kamu dulu kalo shalawat, bawa2 istri2 saya, keluarga saya, sahabat2 saya, dan ummat saya, semua… Maka… Bawa dah siapa yang kamu mau bawa… Yaaa Allah… Mdh2an dialog imajiner ini, menjadi kenyataan adanya.
Silahkan baca ulang buat yang udah baca. Dari postingan awal. Spy runut. Dan silahkan dibaca buat yg belom baca. Juga dari awal. Dan amalkan ya. Seperti shalawat yg saya tulis di pict.
Sumber : Yusufmansur.com