Kursi Roda Untuk Pejuang Dakwah
PPPA Daarul Qur'an mengirimkan kursi roda untuk dua pejuang dakwah dari Kampung Sumur Tilu, Jampang Surade, Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat.
PPPA Daarul Qur'an mengirimkan dua buah kursi roda untuk dua pejuang dakwah dari Kampung Sumur Tilu, Jampang Surade, Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat, pada Rabu (20/3/2019) lalu. Kedua orang tersebut adalah Ustadz Adin dan Ustadz Didin Nurodin. Mereka adalah ayah mertua dan menantu yang telah mengabdikan dirinya untuk berdakwah di atas jalan-Nya.
Sekitar dua tahun yang lalu, Ustadz Adin mengalami peristiwa yang nyaris merenggut nyawanya. Lelaki 65 tahun tersebut menjadi korban tabrak lari sepulang dari mengajar mengaji. Kondisinya saat itu sangat memprihatinkan, kedua kakinya patah.
Setelah kecelakaan itu terjadi, Ustadz Adin rencananya akan ditangani dengan pijat urut patah tulang. Akan tetapi, karena luka dalam yang sudah terlalu parah, maka harus ditangani secara medis. Bahkan, kakinya sampai harus dipasang beberapa pen untuk memperkuat tulangnya yang hancur.
Tempat tinggal Ustadz Adin yang berada di pelosok, membuat akses ke rumah sakit sangat sulit. Jalan berliku dan curam menjadi hal yang harus dihadapi jika ingin menuju ke rumah sakit di pusat kota. Bahkan dibutuhkan waktu sampai lima jam untuk sampai ke RSUD Sukabumi.
Sesampainya di sana, Ustadz Adin sangat terpukul ketika mendengar kabar bahwa kakinya harus diamputasi. Karena luka tersebut mengalami pembusukan, Dokter yang menangani Ustadz Adin menyarankan untuk mengamputasi kakinya. Tapi, Alhamdulillah, hal tersebut tidak jadi dilakukan karena upaya penyembuhan dapat dilakukan tanpa amputasi.
Keseharian Ustadz Adin adalah mengajar mengaji. "Ustadz Adin mengajar ngaji sudah sejak muda sampai saaat ini usianya telah 65 tahun, jadi kesehariannya hanya mengajar dan tani," ujar penanggung jawab Layanan Mustahik PPPA Daarul Qur'an, Rozali, saat mengantarkan langsung kursi roda tersebut.
Selain Ustadz Adin, satu buah kursi roda dari PPPA Daarul Qur'an diserahkan kepada Ustadz Didin Nurodin. Ia merupakan menantu dari Ustadz Adin yang turut membantu mengajar anak-anak. Ia pun mengajar ngaji sejak awal menikah. Mereka berdua bahu membahu dan saling bekerja sama untuk meningkatkan pendidikan agama di kampung tersebut.
Sementara hal yang membuat Ustadz Didin menggunakan kursi roda adalah penyakitnya. Kira-kira 10 tahun yang lalu, ia mengalami syaraf kejepit dan akhirnya lumpuh. Gejala yang dialaminya adalah demam dan panas yang berkepanjangan, lantas akhirnya ia pun dinyatakan lumpuh dan harus ditandu menggunakan kursi roda jika ingin beraktivitas.
Ya, Ustadz Didin telah menggunakan kursi roda lebih lama dibandingkan ayah mertuanya, Ustadz Adin. Akan tetapi, kursi rodanya yang ia gunakan sebelumnya telah lapuk dan rusak dimakan usia. Sehingga aktivitas yang biasa ia lakukan tersendat dan geraknya kembali terbatas.
Selama sakit, segala kebutuhan Ustadz Didin pun dipenuhi oleh istrinya yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Meski lulusan pesantren dan dapat pula mengajar, istrinya tetap ingin membantu perekonomian keluarga dengan cara menjadi pembantu rumah tangga keliling di desanya.
"Jadi, istrinya ini biasanya mencuci, beres-beres, apa saja, di rumah-rumah warga di sini," tutur Ustadz Rozali.
Ustadz Adin dan Ustadz Didin merupakan para pejuang dakwah yang sebenarnya. Keduanya tidak mempedulikan kekurangan yang mereka miliki. Dakwah tetaplah tanggung jawab yang harus diemban meski dalam keadaan tersulit sekalipun.
Lebih luar biasa lagi, mereka tidak memberikan tarif kepada siapapun yang mengaji. Baik anak-anak, remaja hingga orang dewasa yang ingin mengaji Iqra dan al-Qur'an langsung dapat belajar dengan mereka tanpa harus memikirkan biaya.
Mari terus dukung program Senyum Mustahik. Agar para dhuafa dan pejuang al-Qur’an di pelosok negeri bisa ikut merasakan manfaatnya; dan semoga sedekah yang dikeluarkan para donatur mendapat balasan kebaikan dan keberkahan dari Allah SWT. Aamiin.[Diyo/mnx]