Mimpi 5 Benua Dimulai dari Indonesia

Mozaik Pendidikan Indonesia yang dirawati PPPA Daqu melalui beberapa program seperti Rumah Tahfidz, Kampung Qur’an, MOQU & Beasiswa Tahfidz Qur’an

Mimpi 5 Benua Dimulai dari Indonesia
NULL

Secuplik. Matahari sudah setara ubun-ubun, cukup untuk membuat bocah cilik itu berkeringat. Gerah. Kedua kakinya harus terus berjalan menyusur jalanan menanjak, sedikit becek bekas hujan lebat dan longsor, menuju kampung di atas bukit. Bebannya punggungnya bertambah karena menahan tas ransel hitam yang mulai luntur. Langkahnya terseok-terseret, selalu menyisakan jejak di antara lumpur jalanan kampung.

 

Bocah itu terus melangkah maju, setiap hari ulang alik rumah sekolah sejauh 3 kilometer. Sepatu hitamnya kian menjadi cokelat kemerahan karena lumpur tanah basah. Kaos kakinya tak lagi putih terkena cipratan genangan air hujan. Bocah itu terus berjalan dengan peluh yang terus menetes. Ialah Tito, salah satu santri Kampung Qur’an Rukem, Purworejo yang terus mengaji dan menghafal Al-Qur’an paskalongsor mengoyak kampungnya dua tahun lalu.

-----

 

Pun kisah seorang anak lelaki bergetar menggenggam sekresek beras di Pasar Muntilan, Magelang. Satu kisah pilu paskaerupsi Merapi 2010 lalu menyisakan kemalangan nasib di satu desa lereng gunung perbatasan antara Magelang dan Sleman. Ribuan anak-anak dari ratusan keluarga mengalami kisah yang sama.

 

Paska erupsi 2010, kehidupan semakin sulit. Ratusan keluarga kini telah bekerja, tetap saja kurang untuk bersandang pangan dengan layak. Ratusan keluarga telah berganti agama. Lapar dan haus memang tak tertahankan. Satu atau dua Musik Doa Suci didendangkan untuk mengganjal perut bayi-bayi di lereng Merapi.

 

Anak-anak putus sekolah pun tak pernah mengaji. Karena Islam adalah minoritas di kampung-kampung minim akses di lereng Merapi. Di kampung itu, adzan menjadi suara asing. Disanalah Rumah Tahfidz Al-Barokah hadir, setidaknya ada “mata air” di tengah kepelikan hidup anak-anak tak mampu untuk tetap menjaga Al-Qur’an.

-----

 

Di bawah jembatan Gondolayu, Kota Yogyakarta misalnya. Di balik sepanjang deretan toko dan gedung mewah Kota Yogyakarta, ada kampung di tepian Kali Code berentet, bersusun-susun. Gang-gang sempit ini banyak berkisah setiap harinya. Kisah tentang anak-anak awam cita-cita, sekolah tak menjadi prioritas, tunggakan beberapa bulan SPP anak, atau tentang makanan yang habis dan tiada uang untuk sekadar membeli beras.

 

Di sana, ada satu generasi yang membutuhkan uluran tangan kita untuk menyampaikan Al-Qur’an, bagaimanapun ikhtiarnya. Bukan karena menyerah, namun karena latar belakang, orangtua, juga kondisi lingkungan yang tak selalu bersahabat. Karena mengaji tak melulu tentang masjid dan pesantren, ada sebagian umat tak punya akses menuju kesana.

 

Daffa, seorang bocah kelas 5 SD dari Kali Code, Yogyakarta kini ia sudah mengaji Juz 3 Al-Qur’an. Sebuah optimisme akan masa depan Code yang gemilang dari perspektif negatif tentang tempat ini yang semoga segera menghilang. Sore itu, di pinggir Kali Code, Mobile Qur’an (MOQU) hadir dalam sebuah kisah tentang keterbatasan anak-anak untuk mengaji Al-Qur’an tanpa adanya guru. Sampai tibalah para peserta Beasiswa Tahfidz Qur’an (BTQ) for Leaders PPPA Daarul Qur’an mendampingi anak-anak gang sempit Kali Code bertahun-tahun ke depan agar tak terjerumus pada pergaulan era digital yang semakin edan.

-----

 

Juga cerita tentang Hikmatus, seorang santriwati asal Kulon Progo ini telah yatim sejak kecil dan ditinggal pergi ibunya. Pilihan Hikmatus untuk menghafal Al-Qur’an di Rumah Tahfidz Nurul Qur’an, Kulon Progo semacam jalan pintas untuk memuliakan ayah ibu yang tidak pernah ia temui. Al-Qur’an, setiap huruf dan kata yang dibaca Hikmatus diharapkan menjelma doa dan kebaikan bagi ayah ibunya.

 

Ust. Nur Wakhid, pengasuh Rumah Tahfidz Nurul Qur’an pun meriwayatkan bagaimana Hikmatus dapat menghafal Al-Qur’an di rumah tahfidz-nya. Matanya memerah-berkaca, bibirnya gemetar, mengisahkan silsilah Hikmatus. “Ya, memang tidak ada jalan lain untuk Himatus selain menghafal Qur’an untuk kebaikan orang tuanya. Semoga Hikmatus menjadi hafidzoh,” ungkap Ust. Nur Wakhid mengenang masa lalu Hikmatus. Aamiin.

-----

 

Tito, Daffa, dan Hikmatus adalah beberapa potongan kecil mozaik pendidikan Indonesia yang dirawati oleh PPPA Daarul Qur’an melalui beberapa program seperti Rumah Tahfidz, Kampung Qur’an, Mobile Qur’an (MOQU), dan Beasiswa Tahfidz Qur’an (BTQ) yang menyasar pada pengabdian dan kepemimpinan kaum muda. Semua ikhtiar ini adalah cara mewujudkan mimpi PPPA Daarul Qur’an, barangkali mimpi kita semua, tentang masa depan kepemimpinan akan dipegang oleh para penghafal Al-Qur’an, sama seperti cara Ustadz Yusuf Mansur memiliki mimpi membumikan Al-Qur’an di 5 benua sejak awal didirikannya Daarul Qur’an. Dimulai dari Saya, Anda, dan kita semua di Indonesia.

Dukung Pendidikan indonesia melalui tautan berikut https://sedekahonline.com/donasi/konser-shalawat-cinta-untuk-pendidikan