Pemulungpun Bersedekah

Setelah gagal masuk dinas militer dan berhenti kuliah, Iqbal coba berwiraswasta. Gagal menaklukkan Bandung, ia lalu hijrah ke kampung halaman istrinya

Pemulungpun Bersedekah
NULL

Akhir Juli 2007, saya bersama Ustadz Hendy Irawan mendampingi Ustadz Yusuf Mansur untuk me-launching SPBU (pom bensin) milik  H. Agus Suprapto di Jalan Ababil di Pakanbaru, Riau.

Agus Suprapto, Direktur PT Melayu Maju Mandiri, terlahir 44 tahun lalu di Wonogiri, Solo. Pria yang akrab disapa Iqbal ini berasal dari keluarga dhuafa. Tapi, Iqbal yang sejak kecil yatim, berjiwa mandiri. Rasa sosialnya juga tinggi. Sedekah jadi hobby-nya.

Setelah gagal masuk dinas militer dan berhenti kuliah, Iqbal coba berwiraswasta. Gagal menaklukkan Bandung, ia lalu hijrah ke kampung halaman istrinya di Pakanbaru.

Sempat gagal lagi, Iqbal akhirnya terjun ke bisnis SPBU, mulai dari pekerja hingga jadi kepala cabang SPBU Pekanbaru. Ia lalu mundur dan membuka usaha SPBU sendiri.

Agus membuka SPBU di atas lahan seluas kurang lebih 1200 m2 di Jalan Ababil. Di sini pula, semula, rumah keluarganya berada, sebelum membeli rumah di tempat lain.

POM Bensin Ababil diresmikan dengan mengundang 300 anak yatim dan Ustadz Yusuf Mansur.

Saat Ustadz Yusuf sedang memberikan taushiyah di Masjid di sebelah SPBU, saya dan Ustadz Hendy menyempatkan diri untuk melihat-lihat SPBU milik H. Iqbal.  Saat itu cuaca cukup panas. Kami lalu berteduh di dalam ruangan manajemen.

Saya membuka dua kaleng minuman dalam plastik yang saya tenteng. Satu saya berikan ke Ustadz Hendy, dan satu lagi buat saya sendiri.

Baru minum seteguk, tiba-tiba nongol seorang bocah. Sambil melihat ke saya, dia berkata lirih, Bapak, kalengnya sudah?”

Saya sedikit terkejut. Rupanya dia pemulung. “Dik, saya baru saja membukanya. Ntar kalau sudah selesai saya kasih ke adik,  jawab saya. Anak itu beringsut keluar ruangan.

Saat bermaksud meneguk minuman ketiga kalinya, saya memergoki anak tadi mengintip dari balik tembok SPBU. Langsung saya urung minum. ’’Dik, ini kalengnya,’’  saya panggil dia smabil memberikan kaleng yang masih berisi banyak minuman.

“Terima kasih, Pak,” ucap si anak sambil pergi menggendong karung berisi barang-barang bekas.

Saya pikir peristiwa ini selesai sampai di sini. Biasalah,  seorang pemulung menghimpun kaleng bekas minuman untuk dijual ke pengepul.

Namun naluri saya berkata lain. Saya terus mengikuti langkah pemulung cilik tadi. Dari kejauhan, tampak si anak memeriksa kaleng yang isinya baru saya teguk dua kali. Ia lalu meminum sisanya.

Kami lalu keluar dari kantor SPBU. Saat itu ceramah Ustadz Yusuf Mansur sudah selesai.

Di depan masjid, saya melihat pemulung cilik tadi bersama seorang anak kecil lain sedang mengumpulkan gelas dan botol plastik bekas kemasan air. Di dekatnya tampak seorang ibu tua berpakaian coklat, tengah melakukan hal yang sama dengan anak itu.

Saya lalu menghampiri meja panitia yang men-display produk Daarul Qur’an sekaligus melayani sedekah jamaah. Saya mengamati bagaimana panitia melayani para pengunjung yang ingin membeli CD atau buku Ustadz Yusuf Mansur, menanyakan ini-itu, dan menyetorkan uang sedekah.

Tiba-tiba, datang seorang ibu berpakaian coklat kumal ke meja panitia. Criing, dia lalu menggelar sejumlah uang receh logam di atas meja. ’’Ini saya mau sedekah,’’ katanya polos.

Saya terpesona. Tak salah lagi, wanita tersebut adalah pemulung yang tadi saya perhatikan sedang mengumpulkan gelas dan botol plastik bekas. ”Subhanallah!” Bahkan seorang pemulungpun tak hendak memakan sendiri penghasilannya.

Informasi  :
Website : www.pppa.or.id
Call center : (021)7345 3000

Sumber :Twitter : @tarmizi_as || Instagram : @tarmizi_as