Perdagangan Syariah

Perdagangan secara umum berarti kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi.

Perdagangan Syariah
Ilustrasi perdagangan syariah

Dalam Al-Qur’an, perdagangan dijelaskan dalam tiga bentuk, yaitu tijarah (perdagangan), bay’ (menjual) dan Syira’ (membeli). Selain istilah tersebut masih banyak lagi istilah-istilah lain yang berkaitan dengan perdagangan, seperti dayn, amwal, rizq, syirkah, dharb, dan sejumlah perintah melakukan perdagangan global (QS. Al-Jum’ah: 9).

Kata tijarah adalah mashdar dari kata kerja yang berarti menjual dan membeli. Kata tijarah ini disebut sebanyak 8 kali dalam Alquran yang tersebar dalam tujuh surat, yaitu surat Al-Baqarah :16 dan 282 An-Nisaa’: 29, At-Taubah :24, An-Nur :37, Fathir :29 , Shaf : 10 dan Al-Jum’ah :11. Pada surat Al-Baqarah disebut dua kali, sedangkan pada surat lainnya hanya disebut masing-masing satu kali.

Sedangkan kata ba’a (menjual) disebut sebanyak 4 kali dalam Al-Qur’an, yaitu Surat Al-Baqarah :254 dan 275, Surat Ibrahim :31 dan Surat Al-Jum’ah :9.

Selanjutnya istilah lain dari perdagangan yang juga terdapat dalam Al-Qur’an adalah As-Syira. Kata ini terdapat dalam 25 ayat. Dua ayat di antaranya berkonotasi perdagangan dalam konteks bisnis yang sebenarnya (surat Yusuf ayat 21 dan 22), yang menjelaskan tentang kisah Nabi Yusuf yang dijual oleh orang yang menemukannya.

Dalam surat al-Jum’ah ayat 10 Allah berfirman”Apabila shalat sudah ditunaikan maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah serta banyak-banyaklah mengingat Allah agar kalian menjadi orang yang beruntung”.

Apabila ayat ini kita perhatikan secara seksama, ada dua hal penting yang harus kita cermati, yaitu fantasyiruu fi al-ard (bertebaranlah di muka bumi) dan wabtaghu min fadl Allah (carilah rezeki Allah).

Makna fantasyiruu adalah perintah Allah agar umat Islam segera bertebaran di muka bumi untuk melakukan aktivitas bisnis setelah shalat fardlu selesai ditunaikan. Allah SWT tidak membatasi manusia dalam berusaha, hanya di kampung, kecamatan, kabupaten, provinsi, atau Indonesia saja. Allah memerintahkan kita untuk go global atau fi al-ard. Ini artinya kita harus menembus seluruh penjuru dunia.

Ketika perintah bertebaran ke pasar global bersatu dengan perintah berdagang, maka menjadi keharusan bagi kita membawa barang, jasa dan komoditas ekspor lainnya serta bersaing dengan pemain-pemain global lainnya. Menurut kaidah marketing yang sangat sederhana tidak mungkin kita bisa bersaing sebelum memiliki daya saing di 4 P: Products, Price, Promotion, dan Placement atau delivery.

Baca juga: Masjid Istiqlal, Dulu dan Sekarang

Dalam Surat Al-Quraisy Allah melukiskan satu contoh dari kaum Quraisy yang telah mampu menjadi pemain global dengan segala keterbatasan sumber daya alam di negeri mereka. Allah berfirman, “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (Yaitu) kebiasaan melakukan perjalanan dagang pada musim dingin dan musim panas.”

Prinsip dasar yang telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan atau niaga adalah tolok ukur dari kejujuran, kepercayaan dan ketulusan. Dalam perdagangan nilai timbangan dan ukuran yang tepat dan standar benar-benar harus diperhatikan.

Selain itu, Islam tidak hanya menekankan agar memberikan timbangan dan ukuran yang penuh, tetapi juga dalam menimbulkan itikad baik dalam transaksi bisnis. Hasil beberapa pengamatan yang dilakukan menjelaskan bahwa hubungan buruk yang timbul dalam bisnis dikarenakan kedua belah pihak yang tidak dapat menentukan kejelasan secara tertulis syarat bisnis mereka.

Untuk membina hubungan baik dalam berbisnis, semua perjanjian harus dinyatakan secara tertulis dengan menyantumkan syarat-syaratnya, karena “yang demikian itu lebih adil di sisi Alloh, dan lebih menguatkan persaksian, dan lebih dapat mencegah timbulnya keragu-raguan.” (Al Baqoroh:282-283).

Keadaan Perdagangan saat ini yang paling dekat dengan kemampuan dagang yang dilukiskan Al-Qur’an saat ini mungkin terdapat pada Singapura atau Hongkong, negeri yang miskin sumberdaya alam tetapi mampu menggerakkan dan mengontrol alur ekspor di regional Asia Tenggara dan Pasifik. Bagaimana dengan Indonesia, yang luas salah satu provinsinya (Riau) 50 kali Singapura, dengan potensi ekspor dan sumberdaya alam yang ribuan kali lipat. Mungkin kita harus becermin pada Al-Qur’an yang selama ini kita tinggalkan untuk urusan bisnis dan ekonomi.

Meskipun Al-Qur’an cukup banyak membicarakan perdagangan bahkan dengan tegas memerintahkannya, dan meskipun negeri-negeri muslim memiliki kekayaan alam yang besar, namun ekonomi umat Islam jauh tertinggal dibanding negara-negara nonMuslim. Banyak faktor yang membuat umat Islam tertinggal dari bangsa lain, lemahnya kerjasama perdagangan sesama negeri muslim. Menurut catatan OKI sebagaimana yang terdapat dalam buku “Menuju tata baru Ekonomi Islam, kegiatan perdagangan sesama negeri muslim hanya 12 % dari jumlah perdagangan negara-negara Islam”.

Penulis: Sevia Azizah 

Klik untuk donasi: Bingkisan untuk Guru Ngaji